Rabu, 21 Maret 2012

sejarah persis


Sejarah Persatuan Islam
Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan “reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam Indinesia untuk melakukan pembaharuan Islam.
logo-persisLahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan cirri dan karateristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat 103 : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang (aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”. Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Kekuatan Allah itu bersama al-jama’ah”.
Tujuan dan Aktifitas Persis
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
Untuk mencapai tujuan jam’iyyah, Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936. dari pesantren Persis ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal (Taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi. Kemudian menerbitkan berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah antara lain majalah Pembela Islam (1929), majalah Al-Fatwa, (1931), majalah Al-Lissan (1935), majalah At-taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), Majalah Aliran Islam (1948), majalah Risalah (1962), majalah berbahasa Sunda (Iber), serta berbagai majalah yang diterbitkan di cabang-cabang Persis. Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis maupun permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan-undangan dari organisasi Islam lainnya, serta masyarakat luas.
Kepemimpinan Persatuan Islam
Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang. Hingga menjelang proklamasi kemerdekaan Pasca kemerdekaan. Persis mulai melakukan reorganisasi untuk menyusun kembali system organisasi yang telah dibekukan selama pendudukan Jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan Persis dipegang oleh para ulama generasi kedua diantaranya KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum Persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhruddin Al-Khahiri, K.H.O. Qomaruddin Saleh, dll. Pada masa ini Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil; pemerintah Republik Indonesia sepertinya mulai tergiring ke arah demokrasi terpimpin yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan mengarah pada pembentukan negara dan masyarakat dengan ideology Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom).
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary, kepemimpinan Persis dipegang oleh K.H.E. Abdurahman (1962-1982) yang dihadapkan pada berbagai persoalan internal dalam organisasi maupun persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang menyesatkan seperti aliran pembaharu Isa Bugis, Islam Jama’ah, Darul Hadits, Inkarus Sunnah, Syi’ah, Ahmadiyyah dan faham sesat lainnya.
Kepemimpinan K.H.E. Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A. Latif Muchtar, MA. (1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi dari tokoh-tokoh Persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaannya. (Pemuda Persis). Pada masa ini terdapat perbedaan yang ckup mendasar: jika pada awal berdirinya Persis muncul dengan isu-isu kontrobersial yang bersifat gebrakan shock therapy paa masa ini Persis cenderung ke arah low profile yang bersifrat persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.
Persatuan Islam Masa Kini
Pada masa kini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realistis dan kritis. Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada persoalan persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang dibutuhkan oleh umat Islam terutama pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikiran keislaman.

sejarah pemuda dan pemudi persis

sejarah kemunculan pemuda dan pemudi persisemudi Persis berdiri sejak resmi sebagai bagian otonom di bawah naungan dan binaan Persis tanggal 28 Februari 1954. Awal berdirinya Pemudi Persis bernama Jam’iyyatul Banaat, tidak disingkat. Nama itu terdapat pada “Anggaran Dasar Djam’ijjatul Banaat” pasal 1 tertanggal 18 Desember 1956 yang ditandatangani oleh Ketua umum Jam’iyyatul Banaat pertama, Aminah D. Sjihab, dan sekretaris-I, Permasih Hassan.

Sebenarnya, jam’iyyatl Bannat, pertama kali berdiri, telah menggunakan “pemudi” untuk menyebut dirinya (bukan organisasi), seperti tertulis pada pasal 4 tentang maksud dan tujuan jam’iyyatul bannat, yaitu (1) meninggikan derajat pemudi dalam rumah tangga dan masyarakat sesuai dengan ajaran islam; dan (2) mempersatukan pemudi Islam dalam satu susunan jamaah.

Sementara dalam Pasal 5 tetang usaha, jam’iyyatul Bannat berusaha untuk: (1) memperdalam pengatahuan agama Islam dan pengetahuan yang dianggap perlu dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam di kalangan anggota dan wanita Islam.

(2) Mengadakan da’wah dan memperluas syi’ar Islam dan mendidik anggota unuk mengamalkan, serta member teladan kepada umum terutama pemudi yang tidak faham tentang apa dan bagaimana hidup secara orang Islam dalam penghidpan sehari-hari. (3) Mengusahakan terbentuknya cabang-cabang di seluruh Indonesia. (4) Menjalankan usaha lain yang dibenarkan oleh Islam . pasal 5 “Anggaran Dasar Djam’ijjatul Bannat” itu dijabarkan dalam lima program kerja yang meliputi organisasi, pendidikan, penerangan, social, dan keuangan.

Dalam bidang organisasi terdapat enam program kerja, yaitu: (1) Meyempurnakan susunan pimpinan mulai pusat sampai ranting. (2) Memperbanyak anggota/membentuk cabang. (3) Mengadakan registrasi anggota. (4) Menyempurnakan administrasi dari Pusat sampai Ranting. (5) Menyempurnakan bahagian-bahagian dengan usahanya. (6) Peninjauan dari PP ke cabang.

Dalam bidang pendidikan terdapat lima program kerja, yaitu: (1) Memelihara anggota dengan mengadakan tabligh-tabligh, kursus-kursus dan pertemuan-pertemuan. (2) Menyelenggarakan pendidikan keagamaan, keibuan/kewanitaan. (3) Mengusahakan agar terjelma guru-guru Taman Kanak-Kanak yang berjiwa Islam dan berdirinya sekolah Taman Kanak-Kanak di tiap cabang. (4) Membuat petunjuk/tutunan organisasi/ administrasi. (5) Mengadakan latihan/kader di tiap-tiap cabang.

Dalam bidang penerangan hanya ada satu program kerja yaitu mengadakan kader penerangan/muballighat ntuk mengadakan da’wah dan memperluas syiar Islam. Dalam bidang social terdapat dua program kerja, yaitu:

(1) Mengadakan/ mengusahakan kelancaran ekonomi yang sederhana bagi anggota.

(2) Mengadakan usaha social bersama-sama dengan badan social. Sementara dalam bidang keuangan terdapat dua program, yaitu: (1) Memperbanyak anggota pnyokong yang terdiri dari ibu/bapak pecinta Jam’iyyatul Bannat. (2) Mengusahakan agar tiap-tiap cabang menepati kewajiban keuangannya kepada pucuk pimpinan.

Susunan pengurus Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Bannat yang disahkan tahun 1957 adalah Aminah D. Sjihab (ketua umam), Nur Asikin Jahja (keua I), Malicha Iswandi (ketua II), Permasih Hassan (sekretaris I), Mumun (sekretaris II), Malicha Iswandi (keuangan I), Jojoh Rokajah (keuangan II), Nur Asikin Jahja (penerangan), Rokajah Syarief (pendidikan), Masfiroh (social/ekonomi), dan para pembantu antara lain: Sa’dijah, Sofiah, Lathifah Abdurrachman, Aminah Z., Farida A., dan Ajuning.

Setelah masa kpemimpinan Ibu Aminah D. Sjihab (1957-1962), selanjutnya kepemimpinan Jam’iyyatul Bannat dipegag oleh Ibu Asikin Jahja (1962-1967), Ibu Lathifah Dahlan, BA. (1967-1981), Ibu Nung Nuriyah Sudibdja (1981-1990), Ibu Ai Maryamah (1990-1995).

Pada Muktamar ke-6, bertepatan dengan Muktamar Persis ke XI di Jakarta tanggal 2-4 September 1995, Jam’iyyatul Bannat mengadakan perubahan nama menjadi Pemdi Persis, dengan ketua umumnya yang terpilih adalah Hafifah Rahmi Puspitaningsih (1995-2000). Seperangkat program kerja disusun, wajah-wajah aktivis baru pun mewarnai awal aktivtas Pemudi Persis ini. Dengan latar belakang pendidikan yang beragam, InsyaAllah Pemudi Persis dapat melakukan aktivitas sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan jaman.

Jam’iyyatul Bannat, dalam mengemban misi jihadnya, menghadapi berbagai kendala, antara lain karena kesibukan rumah tangga, mengurus anak, ata mengikuti suaminya ke berbagai tempat, menyebabkan seperangkat program kerja tidak terlaksana dengan baik. Periode 1957-1967 di masa kepemimpinan Ibu Aminah D. Sjihab dan Ibu Asikin Yahya, aktivitas Jam’iyyatul Bannat lebih ditekankan pada pendidikan dan dakwah. Di samping itu, menjalin kerjasama dengan Pemuda Persis, misalnya, ketika Pemuda Persis menidirikn kepanduan (pramuka) Syubbanul Yaum 1 April 1954, Jam’iyyatul Bannat yang baru berdiri 28 Februari 1954 membantu keperluan pandu Pemuda Persis dengan membuat berbagai perlengkapan kepanduan seperti em-blim, atribut, dan berbagai perlengkapan lainnya.

Beberapa kegiatan Jam’iyyatul Bannat periode 1967-1981 di masa kepemimpinan Ibu Lathifah Dahlan antara lain; (1) menyelenggarakan pengajian rutin/bulanan setiap jumak ke-2 di Gedung Persistri Jalan Kalipah Apo Bandung; (2) menghadiri dan memberikan ceramah triwulan di cabang-cabang; (3) ikut serta dalam pengajian-pengajian yang diselenggarakan Persistri; (4) mengikuti kegiatan Tamhiedul Muballighat; (5) memberikan pelajaran di madrasah-madrasah dan ibu-ibu di lingkungannya; (6) mengisi siaran Mimbar Islam di radio-radio dan siaran “Bina Mentalita” di radio Dwikarya Bandung; (7) menyebarluaskan majalah dan buku-buku terbitan Persis, dan serangkaian aktivitas keagamaan lainnya.

Selama periode 1967-1981 tercatat satu bentuk kegiatan yang cukup besar dengan nama kegiatan “Tazwiedu Fatayatil Qur’an” yang diselenggarakan tanggal 1-2 Maret 1969 di Bandung dengan tujuan membimbing anggota dari Pusat Pimpinan hingga ke cabang-cabang dalam berorganisasi dan berdakwah, yang juga merupakan sarana pembinaan/kaderisasi pimpinan Jam’iyyatul Bannat.

Aktivitas Jamiyyatul Bannat di masa kepemimpinan Ibu Lathifah Dahlan dilanjutkan oleh Ibu Nung Nuriyah Sudibdja (1981-1990) dan Ibu Ai Maryamah (1990-1995) dengan penambahan berbagai kegiatan. Dalam bidang pendidikan, banyak aktivis Jam’iyyatul Bannat yang mengabdikan dirinya menjadi guru di Taman Kanak-Kanak (Raudhatul Atfal) dan pesantren-pesantren, dan mengadakan berbagai pendidikan dan latihan keorganisasian.

Dalam bidang tabligh, pengajian rutin setiap jumat ke-2 tetap dipertahankan, disamping pengajian rutin ke berbagai cabang. Sementara dalam bidang social/kesejahteraan PP jam’iyyatu Bannat telah berani membentuk Ummu Dhu’afa, meski belum berkembang, yang bertujuan membantu anak-anak pesantren yang memerlukan bantuan dengan cara mengkoordinir orang tua asuh bekerjasama dengan Pesantren Persis No. 1 Bandung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar